Selasa, 05 November 2013

MEMBUKA KEDOK SYIAH DAN PENYIMPANGANNYA TERHADAP ISLAM



I.          MAKNA SYIAH

       Dari segi bahasa (etimologi bahasa Arab), syiah artinya pembela dan pengikut seseorang, selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul diatas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61 karya Azhari dan Taajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi)
Al Quran menyebut kata “syii’atihii” sebanyak empat kali  sebagaimana firman Allah SWT dalam : 

1)      Surah Asshaffat (37) : 83 

 "sungguhnya termasuk golongan (Nuh) adalah Ibrahim”

2)      Surah Maryam (19) : 69,

"Kemudian pasti Kami tarik dari tiap-tiap golongan (Syii’atin) siapa antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah".

3)      Ketiga dan keempat adalah Surah al-Qasas: 15 :
   
 “dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang...

laki-laki yang ber kelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya)".


Sementara itu, perkataan Syiah juga ditemukan dalam Hadith Nabi S.A.W, antara lain disebut oleh Imam As-Suyuti dalam tafsirnya Durr al-Manthur, Beirut, Jilid 6, hal.379 yang artinya Nabi S.A.W bersabda:"Wahai Ali, engkau dan Syiah engkau (golongan engkau) di Hari Kiamat nanti keadaannya dalam ridha dan dirdhai", dan sabdanya lagi : "Ini (Ali) dan Syiahnya (golongannya) (bagi) mereka itulah yang mendapat kemenangan di Hari Kiamat nanti". Dengan ini kita dapati bahwa perkataan Syiah itu telah disebutkan dalam al-Qur'an dan Hadith Nabi S.A.W. Yang dimaksudkan oleh oleh al-Quran dan hadith itu bukanlah kata khusus kepada pengikut Syiah saat ini, melainkan kata umum kepada pengikut kepada sesuatu golongan, yakni golongan Ibrahim a.s, golongan yang durhaka, golongan Musa a.s. Bahkan Rasulullah sendiri pernah bersabda yang secara umum artinya : “golongan kamu Ali akan terbagi tiga. orang yang terlampau memuja mu, orang yang terlampau membenci mu dan orang yang cinta kepadamu karena Allah. Golongan pertama dan kadua itu masuk neraka. Golongan ketiga itu masuk syurga”. Golongan pertama dan kedua itu adalah“Syiah” dan Khawarij. Ijtihad kebanyakkan para ulama bahwa Syiah yang menyeleweng ialah golongan Syiah Imamiyyah/Ja'fariyyah dan Zaidiyyah, karena mendewakan Ali. Imam al-Ghazali dalam bukunya Mustazhiri menentang keras Syiah kerana ia mengandung pengajaran Batiniah. Imam Ja'far as-Sadiq AS, generasi kelima keturunan Ali bin Abi Talib dan Fatimah Zahrah r.a menyatakan, Syiah tidak boleh dinikahi dan mengikuti urusan  keagamaan mereka karena aqidah mereka bertentangan dengan al-Qur'an dan Hadith, sebagaimana Golongan Syiah Imamiyyah mengganggap Ja'far as-Sadiq AS sebagai imam keenam umat Islam. Walaupun beliau tidak mengakuinya dan tidak menerima baiah mereka itu.

                Secara istilah, syiah ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam selain Sunni, Walau sampai hari ini jumhur ulama berpendapat bahwa Syiah laisa minal Islam (Syiah bukan dari Islam) karena secara umum, Syi'ah menolak kepemimpinan daripada tiga khalifah sunni pertama seperti juga sunni menolak Imam daripada Imam Syi'ah. Muslim Syi'ah mengikuti Islam berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan Ahlul Bait-nya karena menolak hadits yang berlawanan dengan kepercayaan mereka. Adapun menurut terminologi syariat, syiah bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi khalifah kaum muslimin baik semasa Rasulullah Muhammad SAW begitu pula sepeninggal beliau. Penjelasan ini dapat ditemukan dalam buku Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal karya Ibnu Hazm dan sikap para pemuka kaum Syiah, ulama-ulama mereka yang mengkultuskan Ali RA dan mendewa-dewakannya dari sejak awal kemunculannya sampai hari ini.

I.          SEJARAH LAHIRNYA SYIAH

Ada beberapa pendapat tentang kapan lahirnya/munculnya ajaran syiah. Pendapat pertama mengatakan, Syiah lahir saat terjadinya perang Siffin antara Ali RA dan Muawiyah yang didukung Ummahatul Muminin Aisyah RA. Pendapat kedua mengatakan kemunculan Syiah setelah kematian Husain bin Ali RA. ketika beliau keluar dari pemerintahan Yazid bin Muawiyah atas panggilan penduduk Iraq yang akan mendukungnya. Namun, mereka mengkhianati beliau dan menyebabkan beliau terbunuh di Karbala.

Akibat daripada pembunuhan itu, muncul sekolompok muslim menuntut agar pembunuhan tersebut dituntut bela. Ada pula sekolompok yang lain menghukum kelompok ini kafir kerena sudah keluar dari pemerintahan Bani Umayyah. Lalu timbullah perpecahan dan menyebabkan beberapa orang dari kalangan pendukung Husain terbunuh dan mereka digelar sebagai Syiah. Ada pula yang berpendapat bahwa syiah muncul setelah pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan dimana pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahan, muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat Islam pun berpecah-belah.

Pada masa kekhalifahan Ali juga muncul golongan syiah akan tetapi mereka menyembunyikan pemahaman mereka, mereka tidak menampakkannya kepada Ali dan para pengikutnya. Saat itu mereka terbagi menjadi tiga golongan.

Pertama, golongan yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Ketika mengetahui sekte ini Ali membakar mereka dan membuat parit-parit di depan pintu masjid Bani Kandah untuk membakar mereka. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas ia mengatakan, “Suatu ketika Ali memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang menuhankan Ali). Andaikan aku yang melakukannya aku tidak akan membakar mereka karena Nabi pernah melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah (dibakar), akan tetapi aku pasti akan memenggal batang leher mereka, karena Nabi bersabda:

    “Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia“

Kedua, golongan Sabbah (pencela). Ali mendengar tentang Abu Sauda (Abdullah bin Saba’) bahwa ia pernah mencela Abu Bakar dan Umar, maka Ali mencarinya. Ada yang mengatakan bahwa Ali mencarinya untuk membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri

Ketiga, golongan Mufadhdhilah, yaitu mereka yang mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Padahal telah diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda,

        “Sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar”.

Riwayat semacam ini dibawakan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya, dari Muhammad bin Hanafiyyah bahwa ia bertanya kepada ayahnya, siapakah manusia terbaik setelah Rasulullah, ia menjawab Abu Bakar, kemudian siapa? dijawabnya, Umar.


II.        SEKTE-SEKTE SYIAH

Dalam sejarah syiah mereka terpecah menjadi lima sekte yang utama yaitu Kaisaniyyah, Ghulat,Imamiyyah (rafidhah), Zaidiyyah, dan Ismailliyah. Dari kelima sekte tersebut lahir sekian banyak cabang-cabang sekte lainnya. Dari lima sekte tersebut yang paling penting untuk diangkat adalah sekte imamiyyah atau rafidhah yang sejak dahulu hingga saat ini senantiasa berjuang keras untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin, dengan berbagai cara kelompok ini terus berusaha menyebarkan berbagai macam kesesatannya, terlebih setelah berdirinya negara syiah, Iran yang menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi.

Pencetus paham syiah ini sebenarnya adalah seorang yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin saba’ al-himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan Utsman bin Affan. Abdullah bin Saba’ mengenalkan ajarannya secara terang-terangan, ia kemudian menggalang massa, mengumumkan bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib karena petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (menurut persangkaan mereka). Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam Majmu’ Fatawa, 4/435, Abdullah bin Shaba menampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa).

Abdullah bin Saba’, sang pendiri agama Syi’ah ini, adalah seorang agen Yahudi yang penuh makar lagi buruk. Ia disusupkan di tengah-tengah umat Islam oleh orang-orang Yahudi untuk merusak tatanan agama dan masyarakat muslim. Awal kemunculannya adalah akhir masa kepemimpinan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Kemudian berlanjut di masa kepemimpinan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Dengan kedok keislaman, semangat amar ma’ruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk (giat beribadah), ia kemas berbagai misi jahatnya. Tak hanya aqidah sesat (bahkan kufur) yang ia tebarkan di tengah-tengah umat, gerakan provokasi massa pun dilakukannya untuk menggulingkan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Akibatnya, sang Khalifah terbunuh dalam keadaan terzalimi. Akibatnya pula, silang pendapat diantara para sahabat pun terjadi. (Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 8/479, Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izz hlm. 490, dan Kitab At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hlm. 123). Rafidhah pasti Syi’ah, sedangkan Syi’ah belum tentu Rafidhah. Karena tidak semua Syi’ah membenci Abu Bakar dan ‘Umar sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah, sekte syiah yang paling ringan kesalahannya.

1.         Syiah Kaisaniyah

Kaisaniyah adalah sekte syi'ah yang mempercayai keimamahan Muhammad bin Hanafiyah setelah wafatnya Husein bin Ali radhiyallâhu'anhuma. Muhammad bin Hanafiyah sendiri merupakan saudara kandung Husein dari lain ibu. Nama Kaisaniyah diambil dari pendirinya Mukhtar bin Abi Ubaid, budak dari Khalifah Ali yang juga dipanggil Kaisan. Pendapat lain menyebutkan seperti al Baghdadi, al As'ari, Ibnu Quthaibah, Ibnu Khaliqan dan lain-lain bahwa nama Kaisan dinisbahkan kepada bapaknya Abu Ubaid ibn Mas'ud at Tsaqafi salah seorang sahabat yang sangat mencintai Ali. Dari kelompok ini maka terpecahlah mereka kedalam dua kelompok. Satu, kelompok yang mempercayai Muhammad bin Hanafiyah sebenarnya tidak mati, tetapi ghaib dan bahkan akan kembali lagi ke dunia nyata pada akhir zaman. Mereka menganggap Muhammad bin Hanafiyah adalah Imam Mahdi yang dijanjikan itu. Diantara kelompok ini adalah al Karabiyah, pengikut Abi Karb ad Dharir. Kedua, adalah mereka yang mempercayai Muhammad bin Hanafiyah telah meninggal, akan tetapi jabatan imamah beralih kepada Abi Hasyim bin Muhammad bin Hanafiyah. Yang termasuk dalam sekte ini adalah sekte Hasyimiyah, pengikut Abi Hisyam. Bahkan menurut Ibnu Khaldun, penguasa Dinasti Abbasiyah pertama yaitu Abu Abbas As Saffah dan Abu Ja'far Al Mansur merupakan pecahan dari pengikut Hasyimiyah itu. Karena setelah meninggalnya Abi Hisyam, jabatan imamah berpindah kepada Muhammad bin Ali Abdullah, kemudian secara berturut-turut kepada Ibrahim al Imam, as Saffah dan al Mansur.
Sekte Kaisaniyah telah lama musnah. Namun kehebatan perjuangan Muhammad bin Hanafiyah ini banyak dijumpai dalam cerita-cerita rakyat. Di Indonesia dan rumpun Melayu, terlebih lagi orang-orang aceh, mereka mengenalnya dengan Hikayat Muhammad bin Hanafiyah. Di Makkah sendiri, hikayat ini telah dikenal sejak abad ke 15 M.

2. Syi'ah Ghulat

Syi'ah Ghulat adalah sebutan untuk kelompok syi'ah yang ekstrim. Mereka adalah pengikut Ali yang terlampau jauh melakukan pemujaan terhadap sosok dan kepemimpinan beliau. Tidak hanya itu, mereka juga meyakini para imam-imam pengganti setelahnya bukan sebagai manusia biasa, melebihi kedudukan nabi, bahkan hingga ketingkat sesembahan (Ilah). Menurut Al Baghdadi, Syi'ah Ghulat telah ada sejak zaman kehilafahan sahabat Ali. Saat itu mereka memanggil beliau dengan sebutan; "Anta, Anta" yang merujuk kepada makna Tuhan. Sebahagian dari mereka mendapatkan eksekusi mati dengan cara dibakar oleh Khalifah Ali, sementara itu pemimpin mereka yang bernama Abdullah bin Saba' dibuang ke Mada'in. Pada perkembangannya, diantara mereka bahkan ada yang menyalahkan sikap Ali, mengutuk dan mendurhakakannya karena dianggap tidak menuntut kehilafahannya sepeninggalan Rasulullah.

Kelompok Ghulat dapat dikelompokkan kedalam dua golongan yaitu Saba'iyah dan al Ghurabiyah. Golongan Saba'iyah berasal dari pencetus ide-ide Syi'ah awal yaitu Abdullah bin Saba'. Nama Abdullah bin Saba' diakui oleh pembesar Syi'ah seperti Al Qummi di dalam kitabnya Al Maqâlat wa al Firâq (hlm. 10-21), sebagai seseorang yang pertama kali menobatkan keimamahan Ali dan mencela Abu Bakar, Umar dan Utsman serta para sahabat lainnya. Sebagaimana hal itu juga diakui oleh Al Kasyi dalam kitabnya yang terkenal Rijalul Kasyi (hlm. 170-174). Menurut Al Bagdadi sekte As Saba'iyah menganggap Ali sebagai Tuhan. Padahal Abdullah bin Saba' sendiri merupakan tokoh penyusup dari kalangan Yahudi dari penduduk Hirrah yang mengaku-ngaku sebagai muslim. Kelompok saba'iyah juga beranggapan bahwa Ali tidak dibunuh oleh Abdurrahman Ibn Muljam melainkan seseorang yang diserupakan wajahnya seperti Ali. Menurut mereka Ali telah naik kelangit dan di sanalah tempatnya. Petir adalah suaranya dan kilat adalah senyumnya.

Kelompok lainnya adalah al Ghurabiyah. Prof. Dr. Ali Abdul Wahid Wafi menyebutkan, meski tak seekstrim saba'iyah dalam memposisikan Ali bin Abi Thalib hingga ke tingkat Tuhan, akan tetapi kelompok ini telah menganggap Malaikat Jibril salah alamat dalam memberikan risalah Allah kepada Muhammad. Seharusnya yang menerima kerasulan itu adalah Ali bin Abi Thalib. Oleh sebab itulah Allah terpaksa mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya

3.         Syiah Zaidiyah

Sekte Zaidiyah adalah para pengikut Zaid bin Ali Zainal Abidin (Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin / Zaid bin Ali As Sajjad). Zaid merupakan saudara kandung Abu Ja'far Muhammad Al Baqir putera dari Ali bin Husein Zainal Abidin. Beliau  merupakan tokoh alhul bait yang terkenal memiliki keilmuan, kefaqihan dan kewara'an yang tinggi. Tentang Zaid bin Ali zainal Abidin ini, para ulama semisal Ibnu Hibban menyebutkan profilnya dalam kitab At Tsiqah (Jilid I, hlm 146), dan beliau mengatakan, al Jama'ah meriwayatkan darinya (Zaid), serta dari para sahabat Rasulullah. Demikian pula Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa'i dalam "Musnad 'Ali."

Dimasa Zaid inilah, sekte Syi'ah yang dikenal dengan Syi'ah Rafidhah mulai dikenal. Al Hafidz Ibnu Katsir di dalam Al Bidayah menceritakan sebuah riwayat tentang penolakan sebagian pengikut Ali di Kuffah untuk menerima kepemimpinan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu'anhuma. Al Hafidz menyebutkan kedatangan para penganut syi'ah dari penduduk kota Kuffah kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin seraya bertanya; "Apa pendapatmu yarhamukallâh tantang Abu Bakar dan Umar ?. Zaid berkata; "Semoga Allah mengampuni keduanya, aku tidak pernah mendengar seorangpun dari Ahlul Baitku yang berlepas diri kepada keduanya. Adapun aku, tidaklah aku katakan mengenai keduanya melainkan kebaikan (keduanya baik)." Setelah mereka tidak mendapatkan jawaban yang menyenangkan hati mereka, mereka kemudian berpaling dan menolak keyakinan Zaid. Mereka ini menurut Ibnu Katsir dikenal dengan sebutan kelompok rafidhah.

Rafidhah menurut bahasa arab bermakna meninggalkan, sedangkah dalam terminologi syariat bermakna mereka yang menolak kepemimpinan abu bakar dan umar, berlepas diri dari keduanya, mencela lagi menghina para sahabat nabi dan Ummahatul Muminin Aisyah RA. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata : “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu?” Maka beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar.” (ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hlm. 567, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)

Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86). Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari berkata, “Tatkala Zaid bin ‘Ali muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakar dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka beliaupun mengatakan kepada mereka:

رَفَضْتُمُوْنِي؟

Kalian tinggalkan aku?”

Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (13/36). Keyakinan itu berkembang terus-menerus dari waktu ke waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Ali yang mengetahui sikap berlebihan tersebut kemudian memerangi bahkan membakar mereka yang tidak mau bertaubat, sebagian dari mereka melarikan diri.

4.         Syiah Imamiyah

Secara garis besar, sekte Imamiyah adalah golongan yang meyakini bahwa Nabi Muhamamd telah melakukan penunjukkan yang tegas atas kepemimpinan Ali setelah beliau wafat. Oleh karena itu, penunjukan Abu Bakar Ashshiddiq sebagai khalifah adalah makar terhadap Ali. Kelompok inilah yang menolak kepemimpinan Abu Bakar, Umar dan Utsman. Syi'ah Imamiyah pada perkembangannya mengalami perpecahan menjadi beberapa golongan. Syi'ah Itsna Asyariyah atau Syiah 12 merupakan kelompok yang terbesar. Di zaman kehilafahan Abbasiyah, keduanya memerankan perpolitikan yang cukup signifikan.

Syi'ah Isma'iliyah misalnya, adalah kelompok yang berhasil mendirikan dinasti Fathimiyah di Mesir dan Pemimpinnya menyatakan diri sebagai Khalifah tandingan Abbasiyah setelah berhasil mengadakan beberapa pemberontakan. Beberpa doktrin bermasalah yang dibawa gerakan ini diantaranya, perintah syari'at Islam hanya berlaku bagi orang awam saja, para Nabi dan Rasul hanyalah seorang mujaddid, para filusuf mampu mencapai kedudukan yang sejajar dengan Nabi dan Rasul, Al Qur'an hanya dapat dimengerti oleh orang-orang tertentu karena memiliki arti lahir dan arti bathin, serta hanya berfungsi sebagai pensucian jiwa saja. Keyakinan gerakan Isma'liyah yang aneh ini berakar dari perpaduan ajaran syi'ah dengan filsafat neo Platonisme, dan sufistik ala Ikhwan as Shafa.

Pemimpin pergerakan Isma'iliyah yang mewujudkan khilafah Fathimiyah adalah Ubaidillah al Mahdi (Nama asli: Sa'id Ibn Husain/Abu Muhammad Ubaidillah Al Mahdi) yang juga mengaku sampai kepada keturunan Ali. Akan tetapi, menurut Al Hafidz Ibnu Katsir dalam Al Bidayah, pengakuannya tersebut dibantah oleh sejumlah ulama tarikh seperti Imam Abu Hamid al Isfaraini, Imam Al Qadhi Al Baqilani, Al Qaduri, dan lain-lain serta berkesimpulan bahwa Ubaidillah berketurunan Yahudi. Menurut beberapa catatan, Ubaidillah Al Mahdi dilahirkan di Kuffah tahun 260 H / 874 M. Ia memulai gerakannya dari arah Syiria dimana pusat gerakan firqah Syi'ah Isma'iliyah berada. Dari sana ia pergi ke Afrika Utara, menelusuri Palestina dan Mesir hingga tiba di Raqqah dan berkuasa disana atas dukungan Abu Abdullah As Shi'i. Philip K. Hitti dalam Historynya juga menyebutkan bahwa Abu Abdullah As Shi'i yang telah membantunya merebut kekuasaan Aghlabiyah yang pada akhirnya dibunuh oleh Ubaidillah.

Dalam catatan Dr. Yusuf Al Isy' dalam "Tarîkh Ashr al Khalifah al Abbasiyah" menyebutkan bahwa Abdullah As Shi'i merupakan kepanjangan tangan untuk propaganda Syi'ah dari seorang Syi'ah kharismatik yang bernama Maimun Al Qaddah. Maimun Al Qaddah adalah seorang Syi'ah yang menyebarkan isu tentang kemunculan Al Mahdi menggantikan Isma'il bin Ja'far. Demikian halnya dengan Ubaidillah, ia juga merupakan kepanjangan tangan propaganda syi'ah dari Maimun Al Qaddah yang mendompleng keberhasilan gerakan As Shi'i di Maroko.

Ubaidillah mendakwakan dirinya sebagai al Mahdi ke 7. Dakwaan itu mendapat sambutan pengikut-pengikutnya dan terus menjadi gelombang masa yang makin terorganisir dengan baik.  Hingga pada tahun 909 M, Ubaidillah berhasil memproklamirkan diri menjadi khalifah/Imam untuk dinasti Fathimiyah yang terpisah dari dinasti Abbasiyah. Nama Fathimiah diambil menjadi nama resmi kekuasaan Syi'ah Isma'iliyah, merujuk kepada nama putri Rasulullah; Fatimah Az Zahra radhiyallahu'anha sekaligus penisbatan keturunan mereka. Demikian halnya dengan kelompok Syi'ah 12. Dinasti Buwaihi merupakan penjelmaan dari gerakan syi'ah ini. Mereka berhasil menggulingkan dinasti Abbasiyah selama kurang lebih satu abad lamanya. Bahkan hingga kini, mereka tetap eksis dengan Republik Iran sebagai basis gerakannya dengan Ayatullah Khomeini sebagai pemimpin revolusi.

III.                PAHAM SYIAH YANG MENYESATKAN

Dalam perkambangannya, Syi'ah 12 mengalami perkembangan pemahaman. Banyak sekali pemahaman-pemahaman Syi'ah Ghulat yang kemudian hari masuk kedalam keyakinan mereka. Inilah yang menyebabkan beberapa pandangan dari ulama ahlussunnah bahwa Syi'ah saat ini tak dapat disatukan dengan Sunni karena perbedaan yang cukup dalam bidang akidah maupun fiqih. Beberapa pemahaman Syi'ah Ghulat yang kemudian diadopsi diantaranya adalah;

1.       Bada'. Mulanya aqidah bada' dikembangkan oleh syi'ah Mukhtariyah, salah satu versi syi'ah Ghulat. Aqidah bada' merupakan pemahaman bahwa Allah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak Dia ketahui. Ia bisa disebut juga dengan pengetahuan baru dimana sebelumnya tidak mengetahui. Riwayat-riwayat tentang keyakinan bada' sangat mudah ditemukan dalam turas syi'ah 12.
2.       Raj'ah. Paham ini disebut juga dengan paham Inkarnasi. Paham ini lahir dari kelompok syi'ah Ghulat saba'iyah. Paham ini meyakini akan datangnya Imam Mahdi dan kebangkitan kembali seluruh Imam-imam mereka termasuk Rasulullah. Kebangkitan mereka adalah dengan maksud menghukumi semua yang menyelisihi mereka baik yang telah mati maupun yang masih hidup  dan yang telah melakukan kezaliman seperti Sayyidinana Abu Bakar, Umar, Uthman, Aisyah Ra, Hafsah, Muawiah dan lain-lain. Penjelasan mengenai hal ini dapat ditemukan dalam  Aqaid al-Imamiah oleh Syeikh Muhammad Redha al- Muzaffar, hal 83. Dalam turats Syi'ah 12 hal itu disebutkan oleh sejumlah tokoh mereka semisal Seikh Abbas al Qummi (Muntaha Amal, jilid 2, hlm. 341), Muhammd Baqir al Majlisi (Haqqul Yaqin, hlm. 347),  Maqbul Ahmad (Terjemah al Qur'an Maqbul Ahmad, hlm. 535) dan lain-lain.
3.       Pengkultusan terhadap para Imam. Ajaran ini juga bersumber dari aqidah Saba'iyah dan sekte Ghulat lainnya. Namun saat ini ia telah resmi menjadi pemahaman syi'ah 12. Kita dapat menjumpai pandangan-pandangan itu dalam kitab-kitab mereka sperti al Kafi, Bihâr al Anwâr, Tafsir al Qummi, Tafsir al 'Ayâsî, Rijal Kâsî dan lain-lain.
4.       Mengutamakan Imam daripada para nabi. Ini juga merupakan salah satu ajaran Syi'ah ekstrem yang menjadi kepercayaan Syi'ah 12.
5.       Imam Adalah Maksum. Syiah meyakini bahwa imam-imam adalah maksum yaitu terpelihara dari dosa kecil dan besar sejak kanak-kanak hingga meninggal dunia, kedudukan mereka sama seperti nabi-nabi. Kitab Aqaid al-Imamiah oleh Syeikh Muhammad Redha al-Muzaffar, hal 72.
6.       Al-Taqqiyah (Berbohong/Berpura-pura), adalah menyatakan atau menunjukkan sesuatu yang sebenarnya sangat dibenci hatinya atau melahirkan sesuatu yang bukan hakikat sebenarnya dari kandungan hatinya. Al-Taqiyyah ini diamalkan dalam setiap perkara kecuali dalam masaalah arak dan menyapu (khuf). Perkara ini dijelaskan dalam buku Al-Usul Min Al-Kafi juz 2 oleh Abu Jaafar Muhammad bin Yaakub bin Ishak al-Khulaini al-Razi.
Dalam bukunya Al-Makasib Al-Muharramah, Khomaini mengatakan,

 “Tidak ada lagi keraguan, bahwa mereka (ahlus sunah), tidak memiliki kehormatan. Bahkan itu bagian prinsip penting dalam madzhab syiah, sebagaimana yang disampaikan ulama. Orang yang mempelajari berbagai riwayat yang banyak dalam berbagai kajian yang berbeda, tidak akan ragu tentang bolehnya merusak mereka dan menyakiti mereka. Bahkan para imam maksum, sangat sering mencela, melaknat, serta menghina mereka (ahlus sunah)….dan yang zahir, boleh membuat kedustaan dan melemparkan kedustaan kepada mereka”
[Al-Makasib Al-Muharramah, Al-Khumaini, Muassasah Ismailiyan, cet. Ketiga, 1410 H. Jilid 1, hlm. 251 – 252].

Hal yang sama juga disampaikan Al-Khou’i – salah satu tokoh syiah yang sangat membenci ahlus sunah – ,

Menghina kaum yang menyimpang atau para pelaku bid’ah dalam agama (ahlus sunah), tidak samarnya, hukumnya boleh. Sebagaimana pembahasan ghibah yang telah lewat, bahwa yang dimaksud orang mukmin adalah mereka yang mengikuti prinsip kepemimpinan imam dua belas ‘alaihimus salam,… dan sangat jelas, dalil yang menunjukkan larangan menghina, hanya tertuju kepada orang syiah yang beriman. Sehingga tidak termasuk selain syiah, mereka di luar batas larangan penghinaan.… Berdasarkan tuntutan kemaslahatan yang kuat, boleh memfitnah mereka, melemparkan kedustaan kepada mereka, menyebutkan kesalahan yang tidak mereka lakukan, untuk mempermalukan mereka. Bentuk maslahat dalam hal ini adalah membeberkan keadaan buruk mereka, mengingat kaum muskminin (baca: Syiah) masih lemah. Sehingga syiah yang lemah iman ini tidak tertipu dengan pemikiran buruk mereka…”
[Misbah Al-Faqahah, Al-Khou’i, penerbit Al-Ilmiah, Qom, cet. Pertama, jilid 1, hlm. 700 – 701].
7.       Menghalalkan Nikah Mut’ah. Golongan Syiah menghalalkan Nikah Mut’ah. Hal ini dinyatakan dalam kitab Man La Yahduruhu Al- Faqih oleh Abu Jaafar Muhammad bin Ali bin Hussain Bahawiah Al-Qanuni. Juz’ 1 hal 358. Bukan Syi'ah bila tidak doyan Mut'ah. Zina berkedok agama tersebut memiliki kedudukan yang sangat agung dan merupakan amalan yang amat mulia dalam agama Syi'ah. Bahkan hingga dikatakan secara dusta oleh mereka untuk membuat semangat para pengikutnya bahwa barangsiapa yang melakukannya hingga 4 kali, maka derajatnya sama seperti derajat Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. Na'udzubillah!. Bahkan ditemukan ajaran mereka bahwa diperbolehkannya bermut'ah hingga seribu wanita. Nikah Mut’ah ini dihalalkan kaum Syiah salah satu sebabnya adalah karena hadits pelarangan nikah mut’ah ini diriwayatkan oleh Umar RA yang mereka benci dan kafirkan.
8.       Menambah Syahadah. Golongan Syiah menambah nama Saidina Ali dalam syahadah selepas nama Nabi Muhammad S.A.W. Perkara ini dinyatakan didalam kitab Al-Usul Min Al-Kafi oleh Khulaini, Juzu’1, hal 441.
9.       Kaum syiah menolak hadis yang diriwayatkan oleh Ahli Sunnah Wal Jamaah Sekalipun Hadis Mutawatir. Mereka hanya berpegang kepada hadis yang diriwayatkan oleh Ahli Bait saja. Pegangan ini disebut dalam buku Aslu Al Syiah Wa Usuluha oleh Muhammad Al Husain Ali Kasyif Al-Ghita’, hal 149.
10.   Menolak Ijma Ulama. Golongan Syiah tidak menerima Ijma Ulama’ , buktinya mereka menolak perlantikan Khalifah Abu Bakar, Umar dan Uthman. Mereka berpegang kepada pendapat-pendapat Imam mereka, kerana ijma pada mereka adalah kesalahan, sedangkan pendapat Imam adalah maksum. Perkara ini dinyatakan di dalam kitab Mukhtasar al-Tuhfah al-Ithna Asyariyyah oleh Shah Abdul Aziz al-Imam Waliyullah Ahmad Abdul Rahim al-Dahlawi, hal 51.
11.   Menghina Isteri-Isteri Nabi. Golongan Syiah juga menghina isteri-isteri nabi. Perkara ini dinyatakan dalam kitab Tuhfah al-‘Awam Maqbul oleh Syed Manzur Husain, hal 330.

IV.      PENUTUP

Demikianlah sekilas tentang syiah, semoga bermanfaat adanya dan semoga Allah senantiasa membimbing kita di jalan yang lurus dan terhindar dari bahaya gerakan Syiah yang saat ini mencoba menyusup masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan ummat Islam terutama generasi mudanya.
Billaahi fii sabilil haq
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.








0 komentar:

Posting Komentar